Berdamai dengan Kanker Payudara, Penyitas Kanker Payudara BISA Hidup Sehat dan Bahagia

Oktober 23, 2019

Hingga saat ini, masih belum bisa dipastikan apa penyebab sebenarnya kanker payudara. Kanker payudara ini bisa pada orang dengan riwayat keluarga yang mengalami sakit kanker payudara. Tapi tak jarang juga, penyakit ini dialami orang yang tidak punya garis genetika dengan riwayat kanker payudara.

Secara garis besar, penyebab kanker payudara ini diperkirakan karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah karena adanya keluarga yang mengalami penyakit ini. Sedangkan faktor ekternal sangat mungkin pertumbuhan sel kanker payudara dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat, terutama pola makan yang tidak sehat, misalnya kebiasaaan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan pengawet, pewarna kimia, pemanis buatan, dan atau perisa buatan.
Sungguh fenomena yang memprihatinkan, dan sepatutnya kita semua semakin peduli untuk melakukan pencegahannya, salah satunya dengan melakukan SADARI atau Pemeriksaan Payudara Sendiri secara rutin. Karena hingga saat ini, baru 40% dari jumlah orang yang terkena kanker yang didiagnosis sejak stadium awal. Padahal salah satu kunci agar kanker payudara ini bisa diobat secara tepat dan cepat sehingga peluang untuk hidup sehat bisa lebih besar.

Sangat penting untuk diketahui, disadari dan diimplementasikan manakala hasil SADARI menemukan gejala-gejala yang tidak wajar, agar segera menindaklanjuti dengan pemeriksaan kesehatan yang lebih lengkap dan TIDAK takut untuk menjalani perawatan yang disarankan oleh tim medis. 

Dan Bismillahirrahmaanirrahiim, inilah salah satu kisah nyata penyitas kanker yang terdeteksi sejak awal dan memberanikan diri untuk melanjutkan pemeriksaaan kesehatan dan selanjutnya menjalani serangkaian pengobatan serta perawatan medis. Semoga kisah nyata dari seorang teman saya yang lebih memilih untuk Berdamai dengan Kanker Payudara, bisa menjadi motivasi dan menginspirasi bahwa Penyitas Kanker Payudara BISA Hidup Bahagia.

“ Bulan Mei 2013, aku menemukan benjolan di payudara sebelah kananku. Awalnya kupikir dan berharap hanya ASI yang tertahan di payudara, karena waktu itu aku masih menyusui babyku yang baru berumur 5 bulan.” Demikian Mbak Rina mengawali ceritanya.

Tapi kemudian ingatan akan kakak sepupunya (anak budhe) dan seorang saudara satu mbah buyut yang meninggal karena kanker payudara membuat Mbak Rina merasa harus ‘waspada’. Berbekal  itu, mulai memberanikan diri bertanya ke teman di lingkungan kerja yang terkena breast cancer, dan disarankan untuk ketemu dokter bedah onkologi.

“ Butuh sekitar 2 minggu ketika akhirnya bener bener berani ketemu dokter bedah onkologi yang direkomendasikan temanku. Berbagai pemeriksaan dilakukan, dari USG mammae, mammography, dan pemeriksaan sitologi dari Biopsi jarum/AJH (Aspirasi jarum halus). Hasil yang diperoleh pada Juni 2013 adalah terdapat sel ganas positif, dengan simpulan Karsinoma duktal.” Ujar Mbak Rin dengan mimik serius.

“ Selanjutnya, dokterku menyarankan atau  lebih tepatnya ‘memaksa’ untuk dilakukan mastektomi (pengangkatan payudara).  Hanya satu minggu waktu yang dia berikan untuk aku mulai menyapih babyku dan brsiap untuk operasi. Dan jadilah di bulan Juni itu, aku menjalani operasi. Sedih.... lebih sedih lagi karena aku tidak lagi bisa menyusui bayiku, dan selama seminggu itu aku harus tahan mendengar si kecil menangis ingin netek langsung dari mamanya. Untung saja kebiasaan memompa ASI selama di tempat kerja sangat membantu. Babyku masih bisa mendapatkan ASI sampai 3 bulan berikutnya.”

Pemeriksaan patologi anatomi dari hasil operasipun ternyata memastikan bahwa Mbak Rina positif terkena Infiltrating ductal carcinoma. Dan menurut hasil pemeriksaan Immunihistokimia, kanker yang dialami Mbak Rina adalah jenis yang responsif pada hormon progresteron. 

“ Tadinya aku sempat berharap dokter salah diagnosa, dan aku sudah bertekad tidak akan memperkarakan apabila memang terjadi salah diagnosa. Konyolnya aku ya.....?”
Saya tersenyum dan tak tahu mesti berkomentar apa, dan menunggu Mbak Rina melanjutkan ceritanya.
Operasi bagiku bukanlah ‘perkara’ besar, mengingat aku sudah pernah 3 kali operasi untuk kelahiran 3 jagoanku. Dan aku ikhlas, begitupun suamiku,  kami ikhlas aku harus kehilangan satu payudara, agar  si ‘caca’ itu terangkat dari tubuhku. Selama menunggu proses penyembuhan luka operasi itu aku banyak mencari tahu tentang treatment cancer. Dan yang sangat membuatku gentar waktu itu adalah kemoterapi. Bagaimana tidak, prosedur itu tidak hanya akan menyasar sel kanker tapi juga sel sehat tubuh. Sempat bertanya pada seorang dokter herbalis yang juga survivor kanker, tentang bisakah aku ‘skip’ saja prosedur tersebut, dan dari tidak ada jawaban pastinya aku simpulkan bahwa ini prosedur wajib. Baik lahhhh... bersiap mental sajalah.
Dan sebulan setelah operasi itu mulailah prosedur kemoterapi. Kemoterapi sendiri kata dokter dimaksudkan untuk ‘mengejar’ sel kanker yang kemungkinan lepas dan beredar di aliran darah. Setiap 3 minggu sekali Mbak Rina ini harus dikemoterapi sebanyak 6 kali. Baru juga sembuh dari efek kemoterapi berupa mual, hilang indera perasa, ehhh harus mulai kemo lagi.

“ Bahkan pernah Lekositku drop menjadi 0,7 (10^3/ul) dari batas normal 4.0 -11.0. Demi tetap berjalannya kemoterapi akupun terpaksa disuntik untuk meningkatkan leukosit. Tips untuk yang sedang menjalani kemoterapi: tetap makan yaaaa.... belum perlu pantang apapun, karena tubuh sedang butuh stamina yang berlebih.”

Tapi yang namanya manusia, bersiap sebaik-baiknya tapi tak ayal ada rerasa yang kadang tak bisa dienyahkan begitu saja. “ Mungkin karena sudah merasa gentar sebelumnya, setelah kemoterapi terakhir aku turun 10 Kg. Menjadi hanya 37 Kg saja. Sudah gundul, kurus lagi.... merasa jelek banget aku waktu itu, haha.... “

Lebih lanjut, Mbak Rina menceritakan bagaimana efek kemoterapi yang dialaminya. “ Oh ya, efek kemoterapi itu salah satunya adalah rambut rontok. Di awal awal rontok rambut itu, aku sudah bertekad untuk plontosin rambut sekalian. Dengan berbekal clipper, minta hubby mengeksekusi. Rupanya, dia gak tega. Ya sudaaahhh..... masuk ke kamar, aku eksekusi sendiri di depan cermin. Baru ketika harus dirapikan, suami aku paksa membantu. Masih terbayang ekspresi kagetnya dan anak anak. Bahkan si baby hampir tidak mengenaliku kalau tidak mendengar suaraku. “

Selain mengalami efek rambutnya yang rontok, kemoterapi juga membuat Mbak Rina terlihat pucat dan hal itu sangat tidak disukainya.

“Aku jadi merasa  benar benar ‘sakit’. Gak keren banget, apalagi waktu itu aku tetap kerja meskipun hanya setengah hari setiap harinya. Jadilah aku makin suka berdandan sambil menatap kaca dan bicara sendiri, nah kaaannn... aku seger kok... aku sehat kok. Dengan begitu aku merasa tubuhku ‘terprogram’ untuk sehat. What you believe, yout body achieves!! Tidak serta merta memang, tapi efeknya luar biasa lhoh…”

Alhamdulillah, akhirnya Desember 2013 prosedur kemoterapi yang dijalani Mbak Rina pun selesai. Sudah selesai jugakah treatmentnya? Ternyata belum dan disinilah kenapa orang sakit harus bersabar.
Aku masih harus menjalani terapi hormon. Setiap hari selama 5 tahun aku harus minum obat penekan hormon untuk jenis kankerku yang responsif hormon progresteron, dan aku juga aku masih harus menjalani radioterapi sebanyak 35 kali setiap harinya kecuali hari libur rumah sakit. Alhamdulillah April 2014 prosedur radioterapi selesai.
Selanjutnya, untuk ketenangan hati dan pikiran,  sekaligus untuk mengurangi probabilitas kekambuhan kanker maka tahun 2018 Mbak Rina membulatkan tekad  dengan memutuskan operasi pengangkatan indung telur. Agar tutup pabrik hormonnya.

Di tahun 2018 juga, akhirnya selesai program 5 tahun terapi hormon. Tapi ternyata dari hasil riset menunjukkan terapi hormon lebih efektif bila dilakukan selama 10 tahun. “ Jadilah aku kena perpanjangan waktu, haha...... Gpp lah... masih harus ngapelin dokter gantengku setiap bulan...” LOL. 

Mbak Rina menggarisbawahi bahwa pengobatan kanker itu multidisiplin, selain dokter bedah onkologi, dokter spesialis penyakit darah dan konsultan hematologi onkologi medis, dokter spesialis radiasi, pasien juga dipantau secara periodik oleh dokter laboratorium. Secara periodik harus foto thorax, USG mammae dan USG abdomen, serta cek penanda tumor Ca 15-3. Demi apaaa? Agar kalau ada pergerakan si breast cancer ke bagian tubuh yang lain bisa segera terdeteksi.

Itu kisah pengobatan medisku, disamping itu ada yang sangat penting dalam proses pengobatan, yaitu motivasi pribadi dan support system dari saudara dan teman-teman. Aku bukan tidak pernah ‘down’ karena vonis kanker. Ada satu titik balik, ketika itu sepulang kerja hujan sangat deras, dan aku juga menangis deras karena vonis kanker... lalu tiba tiba, gubraaaakkkk.... mobil yang aku kendarai menabrak buis beton di pertigaan yang aku lalui. Banting setirlah aku... dan alhamdulillah aku masih bisa menghindari tembok sekolah di kananku. Dengan mobil penyok parah di bagian depan aku masih bisa pulang. Sesampai rumah bahkan suami tidak berani bertanya apa-apa. Semalaman setelahnya aku masih menangis deras. Kemudian terbersit di pikiran, Kenapa aku harus takut sekali pada kankerku? Kematian adalah rahasia Nya. Kalau saja memang sudah waktuku, bukan tidak mungkin aku dipertemukan dengan bis beneran dan bablaslah aku. Dengan pemikiran itu aku menjadi tenang. Setelah malam itu, aku bertemu dengan ‘ikhlas’.

Hal lain yang memiliki peran vital adalah support luar biasa dari kedua orang tua, dan 5 sudara Mbak Rin, serta 7 saudara dari suami. 

“ Beruntung aku memiliki mereka, yang selalu siap dengan doanya untukku, menemaniku menjalani kemo dan membantu menjaga anak anak. Suami terutama, butuh pengorbanan besar ketika dia harus merawatku dan babyku yang masih butuh perhatian. Dia yang dulu paling tidak romantis menurutku, ternyata menjadi pendamping yang luar biasa. Dan anak anak, terutama babyku... aku masih ingin mendampingi mereka.”

Belakangan support system juga diperoleh Mbak Rina dari komunitas penyintas kanker Love Pink.
“Di Love Pink yang berinduk di Jakarta tersebut, kami sharing pengalaman, kami saling menguatkan. Mereka benar-benar luar biasa, yang sudah lebih ‘sehat’ meluangkan waktu mendampingi teman-teman yang sedang ‘berjuang’. Komunitas ini juga memiliki misi untuk mengedukasi pentingnya deteksi dini agar tak banyak lagi yang mengalami perjalanan kami hidup bersama kanker.”

Cerita panjang lebar mengenai kanker payudara dan bagaimana Mbak Rina menghadapinya adalah pelajaran yang luar biasa. Orang bilang, pengalaman adalah salah satu guru terbaik dan dengan kanker payudara yang dialami oleh teman saya yang luar biasa ini, semoga bisa menjadi “guru” bagi kita semua untuk lebih perduli terhadap kesehatan diri pada umumnya, dan perduli untuk SADARI sejak dini.

Selain menceritakan pengalaman hidup yang amazing tersebut, selain untuk berbagi pengalaman bagaimana menyikapi takdir sebagai penyitas kanker payudara, Mbak Rina juga berpesan dengan sangat sungguh-sungguh bagaimana cara mencegah kanker payudara sejak dini untuk yang masih sehat, jaga asupan makanan yang masuk ke tubuh yaaaa. no pengawet, no pewarna buatan, no perasa buatan, no pemanis buatan. Penting juga untuk menghindari paparan asap rokok. Pemeriksaan sadari juga sangat penting dilakukan.

Sedangkan saran bagi yang sudah terdiagnosis kanker, “ please jangan tergoda pengobatan non medis ya, sudah mahal, tingkat keberhasilannya pun tidak terukur. Dari pengalamanku, teman teman penyintas yang dulunya lari ke pengobatan non medis akhirnya kembali ke pengobatan medis dalam kondisi yang lebih buruk. Jangan pula rutinitas ke rumah sakit membebani, nikmatilah, anggap sedang pergi piknik tipis-tipis.  Iya loh.... aku dan beberapa teman pasien kalau ketemu jadwal kontrol bareng itu berasa piknik tipis tipis, ada pot luck party di ruang tunggu. Si A masak ini, si B masak itu, si C bikin sambal, si D bawa itu, atau keq aku... ikut makan ini itu... hehehe....”

Dan yang utama adalah berdoa, mintalah pada Allah SWT, Tuhanmu dan jangan berburuk sangka padaNya. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan ujian yang melampaui kemampuan umatNya. So what? Mintalah dengan sungguh sungguh dalam bahasamu sendiri. DIA pasti TAHU!!

Demikian sharing kisah nyata ini dan saya yakin di luar saya ada banyak survivor breast cancer yang memiliki kisah – kisah hebat dalam menghadapi kanker payudara.
Dan dalam rangka meningkatkan awareness mengenai kanker payudara, Wacoal ikut mendukung bulan Kanker Payudara dengan menyediakan kotak donasi di Toko Wacoal. So, jangan lupa kunjungi store wacoal terdekat ya?

Tulisan ini dalam rangkat untuk mendukung “Breast Cancer Blogger Perempuan Movement, in Collaboration with Wacoal”



Narasumber: Rina Esti Wulandari

 

Share this

Related Posts